Rabu, 30 Oktober 2013

Makalah keanekaragaman budaya di Indonesia yang mempengaruhi masa kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami. Sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ini, yang alhamdulillah selesai tepat pada waktunya.
            Makalah ini berisikan tentang kesehatan dan masalah sosial dalam budaya tertentu (mengenai budaya ibu ketika hamil, persalinan hingga pasca persalinan) untuk mempelajari dan mengetahui seperti apa budaya di daerah-daerah tentang ibu melahirkan dan merawat balita. Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memperluas pengetahuannya.
     Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yaitu Ibu Siti Masitoh, SE., Mikom yang telah membimbing kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.
     Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun ,selalu kami harapkan demi lebih baiknya makalah ini.
     akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga allah swt senantiasa meridhoi segala usaha kita, aamiin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Depok, 28 Oktober 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................................. 2
Bab I Pendahuluan................................................................................................................. 3
1.1.            Latar Belakang Masalah.................................................................................. 3
1.2.            Pembatasan Masalah........................................................................................ 4
1.3.            Perumusan Masalah......................................................................................... 5
1.4.            Tujuan dan Manfaat Penulisan....................................................................... 5
1.5.            Metode Penulisan............................................................................................. 5
Bab II Pembahasan................................................................................................................. 6
2.1.     Pengertian kebudayaan.................................................................................... 6
2.2.     Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan sebelum ibu melahirkan... 6
2.3. ... Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu bersalin........................ 9
2.4. ... Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu pasca bersalin.......... 14
2.5..... Faktor budaya yang dipertimbangkan karena menyumbang angka kematian  15
Bab IV Penutup................................................................................................................... 18
        4.1      Simpulan........................................................................................................... 18
        4.2      Saran.................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 20








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kesehatan Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.
Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern dan kewilayahan.Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas. Banyak ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksa secara rutin ke bidan atau pun dokter. Masih banyakibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Risiko ini baru diketahui pada saat persalinan karena kasusnya sudah terlambat sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain itu kurangnya pengetahuan dan pentingnya perawatan kehamilan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Jadi tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Menurut WHO, kematian ibu masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di berbagai negara di dunia dengan angka  kematian rata-rata 400 per 100.000 kelahiran hidup.

1.2  Pembatasan Masalah

Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi permasalahan pada keanekaragaman budaya pada daerah-daerah di Indonesia tentang ibu melahirkan dan merawat balita.
Makalah ini hanya akan menelusuri aspek sosial budaya pada kehamilan di berbagai tempat yang memiliki kebiasaan berbeda – beda khususnya di indonesia, disini akan dibahas perilaku sosial budaya masyarakat pada masa kehamilan dan hal – hal lain yang berkaitan dengan perilaku masyarakat tersebut.


1.3  Perumusan Masalah

1.      Pengertian kebudayaan
2. Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan sebelum ibu melahirkan (masa kehamilan)
3.      Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu bersalin (melahirkan)
4.      Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu pasca bersalin
5.      Faktor budaya yang dipertimbangkan karena menyumbang angka kematian

1.4  Tujuan dan Manfaat Penulisan
Manfaat pembuatan makalah ini :
a.      Penyusun : menyelesaikan tugas Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dan menambah pengetahuan seputar keanekaragaman budaya pada daerah-daerah di Indonesia tentang ibu melahirkan dan merawat balita beserta hal-hal penting lainnya dalam kebudayaan Indonesia yang berhubungan dengan kehamilan.
b.      Pembaca : makalah ini sangat bermanfaat untuk memperluas wawasan masyarakat dalam  menangani kehamilan dengan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.

1.5  Metode Penulisan
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah Metode Study Referensi yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet. Dalam metode yang penulis lakukan, penulis mengumpulkan berbagai referensi yang tepat dengan permasalahan yang terkait, sumbernya di dapat dari dari internet.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang risiko bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
2.2.  Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan sebelum ibu melahirkan
Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat.
Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik karena itu merupakan kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusukan bayinya tetapi gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada kehamilan tepatnya pada masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang, ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa risiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk mengeluarkan placenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandarkan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu masih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dari keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan, kefatalan juga disebabkan oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
2.3.  Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu bersalin
1.      Tradisi Masyarakat Jawa
Babaran/mbabar dapat diartikansebagai sudah selesai atau sudah menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran yaitu Brokohan. Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan terdiri dari beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi lahir, Brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu :
   1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan
   2. gula merah atau gula Jawa
   3. dawet
   4. telor bebek
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
·        Kelapa : daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak.
·        Gula Jawa : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur, benihnya wanita, ibu.
·        Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
   1. Santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
2.   Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3.   Cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.
·        Telor bebek : Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.
o   Alasan yang pertama : telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru, alam awang-uwung, kuasa dari atas.
o   Alasan kedua : biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian membentuk jentik-jentik kehidupan (dawet), Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan).
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi banyak macamnya, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga. Namun keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa upacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, Brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu shalat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, tetangga terdekat serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan rambut, masyarakat yang merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di pincuk dari daun pisang.  Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang agar bayi panjang umur, serta bayem  supaya bayi hidupanya bisa tentram.
2.      Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan
Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi suku Dayak ada beberapa perlengkapan suku Dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan yang harus dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat suku Dayak dalam menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak di Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang tinggi. Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang special. Kaum wanita selalu mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan termasuk persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi miring terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di masing-masing sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut ibu agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku Dayak menjelang persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk menyimpan air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan kain Bahalai (Jarik dalam bahasa Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi laki-laki dan lima lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai peralatan penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya suku Dayak mutlak diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan sebuah sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit. Kedua perlengkapan suku Dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak Tabuni.
Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam kandarah, dan popok bayi yang digunakan disimpan dalam saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan stagen (babat kuningan) untuk mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat. Tentunya untuk menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk berjaga-jaga dalam kondisi yang tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar. Kalau itu terjadi, maka masyarakat Dayak memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni menggunakan buah kelapa yang bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput bayi.
Tujuan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat membuka ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah.
3.      Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan
Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang dianggap ahli, setelah ada kelahiran bayi diadakan upacara atau ritual selamatan.
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari :
1.Tali pusar dipotong menggunakan kulit bambu.
2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat tulis.
2.4.  Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu pasca bersalin
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik. Misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi.
Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).\
2.5. Faktor budaya yang dipertimbangkan karena menyumbang angka kematian
1.      Kehidupan budaya masyarakat Jawa mempercayai bahwa tali pusat bayi yang sudah puput/lepas perlu ditindih dengan koin agar tidak bodong.
Secara medis, perlakuan ini dapat menyebabkan infeksi pada bayi dikarenakan tali pusat yang baru saja terlepas belum dalam keadaan menutup sempurna dan kering.
2.      Sebagian masyarakat di Aceh merayakan tujuh hari kelahiran bayinya dengan adat peucicap.
Adat peucicap adalah memperkenalkan makanan kepada bayi biasanya dengan mencampur berbagai rasa makanan seperti sari buah apel, jeruk, pisang, anggur, nangka, gula, garam, madu yang dioleskan kepada bibir si bayi disertai dengan doa dan harapan agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti pada orangtua dan agama, dan kepada bangsa.
Setelah adat peucicap tersebut selesai berarti si bayi sudah boleh diberikan makanan. Di bagian utara aceh pun sebagian masyarakatnya memercayai bahwa si bayi belum cukup kenyang dengan hanya pemberian ASI saja.
Tangisan bayi yang kerap terdengar dipercayai merupakan rasa lapar yang belum terpuaskan sehingga bayi diberikan makanan berupa pisang yang dikerok dan dilumatkan dan dicampur dengan nasi.
Faktanya secara medis, usus bayi baru lahir belum memiliki enzim yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi.
Akibatnya, pemberian makanan tambahan pada bayi berusia di bawah 6 bulan dapat menyebabkan sumbatan pada usus dan diare yang berlebihan pada bayi.
3.      Di Nusa Tenggara, ibu yang baru melahirkan diasapi di tempat tidur dengan meletakkan tungku yang panas dan berasap di bawah tempat tidur. Masyarakat daerah tersebut percaya bahwa tindakan tersebut bertujuan agar ibu dan bayi tidak digigit nyamuk, lebih kuat, dan terhindar dari sakit. Padahal secara medis, pengasapan ibu dan bayi dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi. Risiko yang mungkin dapat ditimbulkan adalah dehidrasi karena kepanasan serta risiko pneumonia karena menghirup asap di ruang tertutup.
4.      Di daerah Papua, terdapat kebiasaan menempatkan ibu hamil yang akan melahirkan di kandang ternak.
Secara medis tentu saja hal ini sangat berisiko bagi ibu dan bayi karena umumnya kandang ternak sangat tidak bersih untuk proses melahirkan. Selain itu, banyak ibu di daerah pedalaman Papua yang masih melahirkan dengan cara yang tradisional dengan berjuang seorang diri di pinggir sungai.
Bayangkan bagaimana cara sang ibu untuk memotong tali pusat yang kemungkinan jika dilakukan seorang diri akan rentan menimbulkan infeksi akibat tidak higienisnya alat pemotong pusat. Selain itu, sebagian masyarakat di sana juga mempercayai bahwa jika ibu melahirkan anak kembar, maka si ibu harus memilih salah satu anak untuk dibawa pulang dan membunuh salah satunya. Hal tersebut disebabkan oleh keyakinan bahwa anak kembar adalah dua saudara yang akan tumbuh saling bermusuhan.
5.      Di sebagian daerah, mempercayai bahwa memandikan bayi dengan menggunakan air dingin dapat membuat bayi kuat. Secara medis, bayi masih rentan terhadap lingkungan, termasuk suhu dingin. Oleh sebab itu, bayi baru lahir umumnya dibedong.
Air dingin dapat menyebabkan pembakaran dan metabolisme tubuh bayi meningkat sehingga makanan dalam tubuh dapat habis hanya untuk mengatur suhu tubuh saat kedinginan. Akhirnya bayi tersebut dapat mudah kehabisan tenaga dan mudah sakit. Sebaiknya, bayi baru lahir dimandikan dengan menggunakan air hangat dan tidak terlalu lama, angkat bayi sebelum kedinginan.

     













BAB III
PENUTUP
4.1. Simpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1.      Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
2.      Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.
3.      Masih banyak tradisi yang perlu mendapatkan perhatian akibat perlakuan yang kurang tepat dalam penanganan perawatan ibu dan bayi baru lahir. Sebaiknya, ada program yang melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil, calon ibu, dan keluarga mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Pendekatan kepada keluarga juga sangat diperlukan dikarenakan tindakan yang dilakukan kepada ibu dan bayi cenderung atas masukan dari suami, ibu ayah kandung, ibu ayah mertua, atau kakek nenek yang mewarisi tradisi-tradisi tersebut.


4.2 Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini yaitu setiap aspek sosial budaya yang melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk adalah postif.

   
























                                                        DAFTAR PUSTAKA